Traveling bukan lagi sekadar pelarian dari rutinitas — di 2025, ia menjadi bentuk kesadaran baru.
Masyarakat Indonesia mulai meninggalkan gaya liburan cepat dan konsumtif, lalu beralih ke konsep slow travel: perjalanan yang lebih tenang, sadar, dan berkelanjutan.
Bersamaan dengan itu, muncul tren ekowisata dan wisata komunitas, di mana wisatawan ingin menikmati keindahan alam sambil ikut menjaga lingkungan serta memberdayakan masyarakat lokal.
Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat, tapi bagian dari perubahan gaya hidup global menuju keseimbangan antara eksplorasi dan tanggung jawab sosial.
◆ Slow Travel: Nikmati Perjalanan, Bukan Cuma Tujuan
Konsep slow travel mengajak wisatawan untuk menikmati perjalanan secara perlahan.
Bukan tentang “berapa banyak tempat yang dikunjungi”, tapi seberapa dalam pengalaman yang didapat.
Banyak traveler Indonesia kini memilih untuk tinggal lebih lama di satu tempat, berinteraksi dengan warga lokal, dan merasakan kehidupan sehari-hari.
Misalnya, menginap di homestay di Sumba, membantu petani kopi di Toraja, atau belajar menenun di Flores.
Tren ini juga didukung oleh munculnya digital nomad lifestyle — gaya hidup kerja jarak jauh sambil berkeliling.
Bali, Yogyakarta, dan Labuan Bajo jadi pusat utama para pekerja digital yang mencari keseimbangan antara produktivitas dan kedamaian alam.
◆ Ekowisata dan Wisata Berkelanjutan
Kesadaran akan krisis iklim membuat masyarakat mulai memilih perjalanan yang ramah lingkungan.
Ekowisata menjadi pilihan utama di 2025, di mana wisatawan bukan hanya datang untuk bersenang-senang, tapi juga ikut melestarikan alam.
Destinasi seperti Taman Nasional Komodo, Raja Ampat, dan Tangkahan di Sumatera kini jadi contoh sukses ekowisata.
Para wisatawan ikut serta dalam kegiatan konservasi seperti penanaman mangrove, pembersihan pantai, atau pelepasan tukik.
Banyak agen perjalanan lokal juga mulai menawarkan paket green travel — perjalanan dengan jejak karbon minimal, akomodasi ramah lingkungan, dan konsumsi produk lokal.
Hal ini menunjukkan bahwa industri pariwisata Indonesia mulai beradaptasi menuju masa depan yang lebih hijau dan bertanggung jawab.
◆ Destinasi Tersembunyi yang Viral di 2025
Salah satu hal paling menarik di dunia traveling 2025 adalah munculnya destinasi tersembunyi yang viral di media sosial.
Tempat-tempat ini dulunya sepi, tapi kini jadi sorotan karena keindahannya yang alami dan belum terlalu ramai turis.
Beberapa contoh yang lagi naik daun:
-
Pulau Bawean (Jawa Timur): Surga tersembunyi dengan pantai jernih dan rusa endemik.
-
Danau Weekuri (Sumba Barat Daya): Laguna alami dengan air biru toska yang fotogenik.
-
Bukit Holbung (Sumatera Utara): Spot terbaik menikmati panorama Danau Toba tanpa keramaian.
-
Air Terjun Tumpak Sewu (Lumajang): Dijuluki “Niagara-nya Indonesia” karena keindahannya yang megah.
Tren “hidden gems” ini menunjukkan bahwa wisatawan modern lebih suka ke tempat yang autentik dan belum banyak tersentuh komersialisasi.
◆ Komunitas Lokal Jadi Pusat Pengalaman Wisata
Traveling kini bukan hanya soal pemandangan, tapi juga soal manusia.
Wisata berbasis komunitas (community-based tourism) makin populer di 2025 karena menawarkan pengalaman yang lebih hangat dan bermakna.
Wisatawan diajak belajar langsung dari masyarakat setempat — entah memasak makanan tradisional, menanam padi di sawah, atau ikut upacara adat.
Pendekatan ini bukan hanya memperkaya pengalaman, tapi juga memberi dampak ekonomi langsung ke warga lokal.
Banyak desa wisata di Indonesia kini mandiri secara ekonomi berkat kolaborasi dengan traveler.
Contohnya, Desa Wisata Penglipuran di Bali dan Nglanggeran di Yogyakarta yang berhasil jadi model keberlanjutan nasional.
◆ Teknologi dan Traveling: Dunia Digital di Tengah Alam
Di 2025, teknologi memainkan peran besar dalam dunia pariwisata.
Aplikasi perjalanan berbasis AI membantu wisatawan merencanakan rute, menghitung biaya, bahkan merekomendasikan tempat sesuai preferensi pribadi.
Tapi paradoksnya, semakin digital dunia, semakin banyak orang yang mencari ketenangan dari layar.
Itulah kenapa digital detox trip makin populer — perjalanan tanpa internet, tanpa notifikasi, hanya menikmati alam dan kesunyian.
Banyak resort dan glamping di Indonesia kini menawarkan paket “offline escape” di mana tamu didorong untuk melepaskan diri dari gadget dan menikmati momen sepenuhnya.
◆ Tren Traveling Pasca-Pandemi: Fokus pada Makna dan Kesehatan
Setelah pandemi global, cara orang bepergian berubah total.
Traveler kini lebih sadar soal kesehatan, kebersihan, dan makna perjalanan.
Alih-alih perjalanan cepat dan penuh jadwal, mereka memilih perjalanan penuh makna yang menyehatkan fisik dan mental.
Tren seperti wellness retreat, yoga camp, hingga perjalanan penyembuhan spiritual di Bali dan Lombok makin populer.
Traveling jadi sarana untuk menyembuhkan diri — bukan cuma dari stres kerja, tapi juga dari tekanan sosial dan kelelahan hidup modern.
◆ Penutup: Traveling yang Sadar dan Bermakna di 2025
Tren traveling 2025 di Indonesia menunjukkan bahwa perjalanan kini bukan lagi sekadar hobi, tapi gaya hidup baru.
Konsep slow travel, ekowisata, dan wisata komunitas menciptakan arah baru industri pariwisata nasional: lebih hijau, lebih sadar, dan lebih manusiawi.
Indonesia punya segalanya — dari alam yang luar biasa sampai keramahan budaya yang tak tergantikan.
Kalau dikelola dengan bijak, pariwisata bisa jadi motor ekonomi sekaligus sarana menjaga bumi dan mempererat hubungan antarmanusia.
Karena pada akhirnya, traveling terbaik bukan yang paling jauh, tapi yang paling dekat dengan makna hidup itu sendiri.
Referensi:
