Kronologi Keterlambatan Pendaftaran ACC oleh Klub Indonesia
pondokpapan.com – Pada awal Juli 2025, publik sepak bola Indonesia dibuat tercengang ketika ASEAN Football Federation (AFF) menyatakan bahwa Indonesia terlambat mendaftarkan klub untuk turnamen ASEAN Club Championship (ACC) 2025/2026. AFF hanya menerima juara dan runner-up liga domestik, sementara PT Liga Indonesia Baru (LIB) memilih mengajukan peringkat 3 dan 4.
Pada 3 Juli 2025, Direktur Utama PT LIB, Ferry Paulus, menjelaskan bahwa strategi tersebut diambil agar juara dan runner-up (Persib Bandung & Dewa United FC) fokus ke kompetisi AFC Champions League 2 dan AFC Challenge League. Namun, parahnya, AFF menolak pendaftaran Malut United dan Persebaya, padahal mereka didaftarkan dan seharusnya jadi wakil ACC . Situasi itu berujung pada Indonesia tidak punya wakil di ACC musim ini.
Alasan PT LIB & Perbedaan Regulasi
Menurut PT LIB, kebijakan mengajukan peringkat ketiga dan keempat sudah disepakati bersama klub demi menjaga beban kompetisi para juara di tataran Asia (AFC). Mereka menilai bahwa memasukkan mereka ke ACC akan menimbulkan collision dalam kalender pertandingan, terutama saat musim domestik dan kompetisi Asia bersamaan.
Selain tidak ingin memberatkan klub, Ferry Paulus juga menyinggung kemungkinan perubahan regulasi ke depan—tapi ia menegaskan sistem ini sudah disosialisasikan sejak awal musim. Namun, AFF secara tegas menyebut bahwa syarat hanya berlaku bagi juara dan runner-up, dan tidak menerima alternatif dari PT LIB.
Kritik, Permintaan Maaf, dan Reaksi Stakeholder
Kegagalan administrasi ini langsung menuai kritik keras. Mohammad Khabib Zamzami, pengamat dari Suara Merdeka, menilai ini sebagai “kelalaian fatal” yang mencerminkan ketidakprofesionalan PT LIB. Save Our Soccer (SOS) bahkan menyerukan evaluasi mendalam terhadap tata kelola PT LIB dan PSSI.
Pada konferensi pers 3 Juli, Ferry Paulus angkat bicara dan meminta maaf atas kekeliruan tersebut. Ia menegaskan bahwa proses internal akan dievaluasi dan diperbaiki agar kesalahan serupa tak terulang.
Sementara itu, Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyatakan tidak masalah jika Indonesia absen dari ACC. Ia mendukung strategi LIB dan PSSI karena lebih fokus pada era AFC, serta menegaskan bahwa situasi ini sudah disetujui bersama.
Dampak Ketiadaan Wakil Indonesia di ACC
Secara praktis, Indonesia kehilangan kesempatan memperkenalkan klub ke kancah ASEAN yang selama ini menjadi jembatan pengembangan kompetisi regional. ACC edisi sebelumnya diwakili oleh Borneo FC dan PSM Makassar—PSM bahkan menembus semifinal.
Tanpa wakil Indonesia, asu ibi prestise dan exposure klub di ASEAN menipis, dan kesempatan membawa pemain muda unjuk gigi juga hilang. Selain itu, ketiadaan wakil malah memberi keuntungan bagi negara lain seperti Thailand dan Malaysia yang tetap kirim tim melalui jalur juara dan runner-up.
Efek jangka panjangnya kemungkinan memengaruhi persepsi profesionalisme liga Indonesia, terutama di mata sponsor dan investor regional.
Jalan Keluar dan Strategi Ke Depan
Ferry Paulus menyebutkan bahwa pengajuan peringkat 3–4 bisa jadi opsi di ACC 2026/2027 setelah evaluasi. Sedangkan untuk ACC saat ini, Indonesia resmi tak memiliki wakil, dan AFF menganggap pendaftaran terlambat.
Langkah ke depan melibatkan sinkronisasi regulasi antara PSSI, PT LIB, dan AFF. Erick Thohir menyatakan kesiapan dialog agar musim berikutnya bisa ada wakil Indonesia meski prioritas ke AFC tetap dijaga.
Perlu juga dilakukan pembaruan dalam protokol pendaftaran kompetisi internasional, termasuk tenggat waktu, jalur alternatif, dan prosedur fallback jika terjadi penolakan formil AFF.
Kesimpulan
Kasus klub Indonesia terlambat didaftarkan ke ACC menegaskan perlunya keselarasan regulasi nasional dan regional. Meski PT LIB beralasan untuk melindungi klub dari beban padat jadwal, AFF secara resmi tidak menerima pendaftaran alternatif tersebut.