Pondokpapan.com – Kematian mendadak diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (ADP) alias ADP (39), yang ditemukan di kamar kosnya di Menteng masih menyisakan ribuan pertanyaan. Kondisi jenazah—kepala terlilit lakban kuning, tubuh tertutup selimut, dan pintu terkunci dari dalam—mengundang spekulasi publik luas. Berbagai pihak, mulai keluarga, Kemlu, DPR, hingga akademisi mendesak penyelidikan mendalam.
Fakta Temuan TKP dan Kronologi Awal
Pagi Selasa, 8 Juli 2025, jenazah ADP ditemukan penjaga kos setelah sang istri tak berhasil menghubunginya sejak Senin malam. Pintu kamar nomor 105 terkunci dari dalam dan hanya dibuka paksa dengan izin pemilik kos. ADP ditemukan terbaring di atas kasur, kepala terlilit lakban dan tubuh dibungkus selimut—tanpa tanda kekerasan eksternal maupun jendela/benda rusak.
Sebelum itu, ADP sempat menghubungi sang istri pukul 21.00 WIB. Namun sejak subuh, tak ada jawaban—mengundang kekhawatiran, hingga membuat istri melapor � penjaga kos dilakukan pembongkaran pintu kamar.
Analisis visum awal di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan tidak ada luka bekas kekerasan. Polisi mencatat tidak ada barang hilang dari kamar, menambah kekhawatiran terhadap kemungkinan kematian misterius.
Kejanggalan di Lokasi Kejadian
Ada sejumlah kejanggalan yang memancing publik bertanya:
-
Pintu terkunci dari dalam tanpa kerusakan – tak ada tanda forcible entry.
-
Kepala dililit lakban kuning – benda asing ini tidak lazim dan menyiratkan kemungkinan disengaja oleh pihak lain atau korban sendiri.
-
Tidak ditemukan bekas perlawanan atau barang hilang, menepis indikasi perampokan atau kekerasan.
Fakta ini membuat banyak pihak mendesak penyelidikan lebih dalam—apakah ada dugaan motif kriminal, bunuh diri, atau faktor lain yang belum tergarap.
Penyidikan & Temuan Awal Polisi
Pihak kepolisian Polres Metro Jakarta Pusat telah memeriksa empat orang saksi—tetangga, penjaga kos, pemilik kos, dan istri ADP. Mereka juga mengecek CCTV di area kos, meski alat pengawasan tersebut hanya menyimpan data dalam kartu memori tanpa rekaman terpusat.
Polisi juga menemukan obat-obatan (sakit kepala & lambung) di kamar ADP, serta sidik jari di lakban, membuka pintu dugaan keterlibatan pihak ketiga, tetapi penyebab kematian masih belum dapat dipastikan.
Selain itu, ahli digital dan forensik dilibatkan untuk menelaah jejak komunikasi, CCTV, serta sidik jari di barang bukti guna mengungkap detail akhir sebelum jenazah ditemukan.
Respons Kemlu & Keluarga Korban
Kemlu menyatakan turut berduka cita dan sepenuhnya menyerahkan proses penyelidikan ke pihak kepolisian, sambil mendesak agar tragedi ini diusut tuntas.
Keluarga, khususnya alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM), meminta kasus ini digarap secara transparan. UGM menyebut kematian ADP “tidak wajar” dan menuntut investigasi mendalam demi keadilan.
Tekanan dari DPR & Seruan Transparansi
Komisi III DPR RI, melalui anggota Abdullah (PKB), menyampaikan keprihatinan mendalam. Mereka mendesak Polri untuk bekerja objektif dan profesional, membuka semua kemungkinan—termasuk tindakan kriminal eksternal.
Abdullah meminta kepolisian segera merilis perkembangan penyidikan ke publik agar spekulasi liar yang bisa merusak reputasi lembaga dan korban dapat dicegah.
Analisis Mengenai Dugaan Penyebab
A. Bunuh Diri atau Kesengajaan dari Korban
Ketiadaan bekas kekerasan dan obat ditemukan bisa points ke bunuh diri, tapi lakban dan selimut misterius menimbulkan pertanyaan. Kenapa lakban dipakai? Apakah korban punya motif psikologis?
B. Terlibat Pihak Ketiga
Sidik jari di lakban dan kondisi pintu mengarah ke kemungkinan keterlibatan orang lain. CCTV dan ahli forensik diharapkan menguak apakah ada pihak yang masuk dan meninggalkan jejak.
C. Motif Tersembunyi
Spekulasi sempat muncul soal dugaan keterlibatan TPPO atau misi diplomatik yang sensitif, tapi keluarga membantah rumor ini dan menegaskan investigasi harus murni berbasis bukti.
Langkah Penyelidikan Berikutnya
Polisi masih akan:
-
Melakukan otopsi lengkap untuk mengetahui penyebab medis, termasuk racun atau luka internal.
-
Menganalisis rekaman digital dari CCTV dan ponsel korban untuk timeline akhir sebelum kematian.
-
Mengkaji peran obat-obatan di tempat kejadian—apakah konsumsi berlebih atau interaksi dengan benda-benda di kamar.
-
Sidik jari forensik di lakban, selimut, dan pintu untuk melacak kemungkinan pelaku lain.
Semua ini perlu penyajian data secara publik agar tak memicu rumor dan mencegah hilangnya kepercayaan.
Kematian diplomat Kemlu ADP memang dipenuhi kejanggalan—lakban, pintu terkunci, tidak ada tanda kekerasan eksternal—yang menimbulkan pertanyaan tentang penyebab aslinya. Berbagai instansi sudah bergerak: Kepolisian memeriksa saksi, forensik, dan melakukan otopsi; Kemlu dan keluarga menuntut investigasi tuntas; DPR meminta transparansi penuh. Kini, publik menanti jalan terang dari seluruh rangkaian penyelidikan ini.
Semoga Polri dan lembaga terkait segera menghasilkan laporan lengkap, mempublikasi temuan, serta menjaga kredibilitas investigasi. Jika benar ada unsur pidana, pelaku mesti diadili. Jika bukan, publik juga butuh kepastian akhir. Pada akhirnya, yang diharapkan adalah keadilan dan kejelasan sepenuhnya tanpa diselimuti keraguan.