Kronologi Tuntutan Jaksa terhadap Tom Lembong
pondokpapan.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Mendag Tom Lembong dengan pidana penjara 7 tahun dalam kasus dugaan korupsi impor gula saat menjabat pada 2015‑2016. Tuntutan ini disampaikan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 4 Juli 2025, lengkap dengan denda Rp 600 juta subsidair 6 bulan kurungan. Dalam surat tuntutannya, jaksa menyatakan Tom terbukti melanggar Pasal 2 atau 3 jo Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 (1), dan semestinya dijatuhi hukuman karena dinilai bertanggung jawab atas kerugian negara Rp 578 miliar—nilai ini berdasarkan audit BPKP serta dokumen persidangan. Lebih rinci, jaksa merinci bahwa Tom menunjuk koperasi TNI‑Polri, bukan BUMN, untuk impor gula, yang menyebabkan manipulasi harga dan kerugian besar bagi negara. Sebagai tambahan tuntutan, denda Rp 600 juta dapat diganti dengan kurungan 6 bulan jika tidak dibayar. Menariknya, jaksa tidak menuntut uang pengganti, karena Tom dianggap tidak mendapatkan keuntungan finansial langsung dari skema tersebut.
Tom Lembong Siapkan Pleidoi pada 9 Juli
Setelah dipaparkan tuntutan, jadwal persidangan berikutnya sudah jatuh pada 9 Juli 2025, ketika Tom akan membacakan pleidoi atau nota pembelaan.
Tom mengaku sudah bersiap menuliskan pembelaannya sendiri, bahkan sempat menolak karena sumber daya terbatas—iPad dan MacBook yang sedianya digunakan telah disita oleh Kejaksaan dalam sidang sebelumnya.
Karena penyitaan itu, Tom sekarang menyusun pleidoi secara manual menggunakan pulpen dan ratusan lembar kertas. Dirinya mengaku mengutamakan efektivitas penyampaian fakta ketimbang fasilitas modern.
Dalam persiapan ini, Tom ingin membuktikan bahwa dakwaan jaksa kurang jelas, termasuk soal perhitungan kerugian negara tanpa dasar audit BPKP yang transparan.
Strategi Pembelaan & Poin Krusial du Persidangan
Tom sudah menyatakan keberatan terhadap surat dakwaan (eksepsi) karena menurutnya tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya saat impor gula. Dia mempertanyakan angka kerugian negara Rp 578 miliar yang jadi dasar tuntutan, karena dinilai tidak didasari lampiran audit resmi.
Selain itu, Tom bakal menekankan bahwa pemilihan koperasi TNI‑Polri sebelumnya dipertimbangkan berdasarkan efisiensi dan urgensi, bukan untuk menguntungkan pihak swasta.
Penting juga bahwa Tom tidak menguntungkan diri sendiri—jaksa bahkan tidak menuntut uang pengganti. Ke depannya, Tim pembela akan mengeksplorasi apakah keputusan tersebut masuk kategori korupsi, atau semata kebijakan strategis di saat kondisi gula domestik. Keputusan Tom membacakan pleidoi sendiri juga menunjukkan tekad dan transparansi, berharap hakim lain menilai kejujuran dan dedikasinya.
Reaksi Publik dan Perdebatan Hukum
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan unsur politisasi, mengingat Tom pernah menjadi tim kampanye Anies Baswedan dan juga pendukung kritik terhadap pemerintah saat itu.
Di media sosial, terdapat diskusi panjang tentang apakah tindakan Tom masuk korupsi atau sekadar keputusan administratif yang kontroversial. Beberapa netizen menyebut pasal kerugian negara sangat “karet” dan bisa menjerat banyak pejabat dalam kondisi serupa.
Sejarawan hukum dan publik mengamati kasus ini sebagai test politik hukum: apakah Kejaksaan hanya membidik individu tertentu, atau semua pihak dalam rantai impor gula juga ditindak sesuai hukum.
Potensi Skenario Pengadilan setelah Pleidoi
Setelah pleidoi 9 Juli, proses hukum akan lanjut ke tahap pembacaan tuntutan balasan dari pihak Tom, dan akhirnya vonis. Terdapat beberapa kemungkinan hasil:
-
Vonis sama atau lebih ringan: hakim dapat mempertimbangkan minimnya keuntungan pribadi dan konteks kebijakan.
-
Vonis lebih berat: apabila hakim sependapat bahwa kerugian terjadi, dan Tom memiliki tanggung jawab besar.
-
Banding: jika vonis dianggap keliru, Tom atau JPU bisa menjalani proses banding.
Proses ini akan melibatkan saksi, ahli, dan dokumen pendukung dari BPKP hingga data rapat kementerian tahun 2015–2016.
Apa Artinya bagi Penegakan Korupsi di Indonesia
Kasus impor gula ini jadi barometer penting: apakah UU Tipikor akan dipakai secara konsisten berdasarkan fakta hukum dan audit, atau dipakai untuk kepentingan politik.
Jika Tom Lembong divonis, implikasinya luas: pejabat akan lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan strategis, dan BUMN/Kementerian akan disentralisasi.
Tapi jika ia dibebaskan atau vonis ringan, publik bisa melihat ceruk hukum —Bahwa keputusan administratif tak otomatis berarti korupsi, jika konteks dan audit jelas.
Tom Lembong yang dituntut 7 tahun penjara atas kasus impor gula akan membacakan pleidoi pada 9 Juli 2025, sebuah momen penting dalam proses pembelaannya. Poin krusial adalah keabsahan perhitungan kerugian negara, pemilihan koperasi non-BUMN, serta niat dan manfaat pribadi.